Aku belum tidur semalaman, sedari pukul tiga pagi melajukan motor tuaku dari tempatku bekerja sebagai penulis dikawasan pasar minggu. Aku menahan kantuk yang semula bergelayut di pelupuk mata. Tapi sesaat mulai sirna terbius udara khas terminal yang sesak.
Sinar yang kulihat muncul diufuk timur menandakan dimulainya aktivitas pagi hari ini.
Kali ini, aku tidak mencoba menulis apa yang aku pikir atau apa yang aku inginkan. Hari ini aku mencoba menorehkan tulisanku untuk menggambarkan apa yang berlangsung disekitarku, mengenai apa yang terjadi sebagai peristiwa dalam rasa hati ini.
Aku hanya duduk ditepian terminal. Dari tempatku yang sedikit tersembunyi dari hiruk pikuknya debu Jakarta, Aku mulai mencoba menorehkan kata-kata. Pagi ini aku menyandarkan tubuhku disebuah dermaga. Terminal perhentian di pinggiran sebuah kota Jakarta.
Aku telah kehabisan semangat setelah lelah bertarung dengan kemunafikan kemarin sore. Aku berhenti berpijar untuk mencoba menerangi apa yang tejadi dihadapan kedua panca inderaku. Aku dipecat.
Aku terdiam, hening, terhimpit gelutnya masa yang terus bergulir menikan pitamku.
Dengan bermodal selembar kertas dan pulpen yang biasa kubawa dalam ransel kehidupanku, aku mulai bekerja. Bekerja untuk diriku sendiri. Memaparkan rutinitas disalah satu pojokan kota Jakarta.
Seorang penjaja koran mulai memaparkan dagangannya sembari berceloteh mengenai isi koran yang dijualnya, cerdas bisikku. Ada seorang wanita baya berlagak jagoan berteriak sebagai timer angkot yang siap melaju atau mungkin terdengar menyuarakan suara anaknya yang lapar. Ada pula seorang kuat yang perkasa bagiku sedang asyik menunjukan kepiawaiannya mengulik gitar, mungkin mencari tema lagu yang ingin dibawakannya dari satu mobil ke mobil lainnya. Sedangkan aku, aku hanya mampu menikmati apa yang mereka kerjakan. Mereka mungkin sedang terbuai dengan profesi jalanan tanpa sempat memperhatikan aku. Terbuai dalam sebuah profesi dari sebuah peran kehidupan.
Aku begitu kagum, ketika melihat semangat seorang anak lelaki sedang membersihkan kaca etalase berisikan rokok sebagai dagangannya. Aku terpacu untuk menebarkan pandanganku pada sisi-sisi lain.
Tetapi entah mengapa aku merasa kasihan memandang perempuan muda dengan dadanan perlente yang sedang berdiri dan tergesa mengejar bis yang mungkin mengantarkannya ke tempatnya bekerja. Dan lelaki tegap berkemeja rapi yang menekuk kening di tepi trotoar. Bisa kurasakan harum aroma tubuhnya yang terbalut wewangian mahal. Wewangian yang menutup penat peluh isi pikirannya.
Aku kembali terbenam dalam tulisan yang ku buat.
Sadarkah mereka?, mengenai hal yang terjadi disetiap pagi?. Hal biasa bagi mereka yang biasa melakoninya. Tetapi bagiku, yang terpenting bukan apa yang mereka lakukan pada pagi ini, tetapi semangat yang mereka perlihatkan kepadaku untuk memulai sesuatu. Sekalipun sesuatu itu adalah hal terkecil dalam hidupnya.
>>>>>JUST OPEN MIND ....
Jumat, 12 Maret 2010
Terminal Senen. Tempat pelabuhanku kali ini.
22.45
Langganan:
Posting Komentar (Atom)





0 komentar:
Posting Komentar